Modul 9
UU IT
Internet
telah menyebar luas ke seluruh dunia, mulai dari pemerintah,
sekolah,perguruan tinggi,sektor ekonomi,bidang kesehatan dsb. Sehingga
keberadaan internet pada masa sekarang telah banyak memberikan
memanfaat yang signifikan karena memberikan kemudahan-kemudahan dalam
mengaksesnya. Pengaksesan informasi,tukar-menukar data,proses transaksi
secara online semuanya hampir bisa dilakukan melalui internet.
jelas dikatakan bahwa internet di jaman sekarang bukanlah suatu hal yang kuno. tapi sudah kebutuhan para manusia.
Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat untuk membuat sebuah draft atau aturan dalam bidang komunikasi
yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret telah disahkan
menjadi UU oleh DPR. Dalam kenyataannya UU tersebut tinggal menunggu
waktu untuk dapat diberlakukan. UU ini dimaksudkan untuk menjawab
permasalahan hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Hal tersebut adalah
sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan
layanan informasi secara online yang mencakup beberapa aspek kriteria
dalam penyampaian informasi. Dalam makalah ini di uraikan isi dan maksud
dari UU ITE dan selengkapnya adalah sebagai berikut:
Pasal 1 UU ITE
mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut
kutipannya :”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang
telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.”
Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna diantaranya :
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2. Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
3. Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.
Jadi,
informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan
arti. Mengapa informasi elektronik tidak didefinisikan saja sebagai satu
atau sekumpulan data elektronik? Mengapa perlu pula dinyatakan wujudnya
dan memiliki arti?Informasi Elektronik yang tersimpan di dalam media
penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi Elektronik dapat dikenali
dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi
Elektronik.
Sebagai
contoh, si A mengaku kepada si B bahwa dia memiliki informasi
elektronik tersimpan di harddisk. Bagaimana si B percaya bahwa si A
memiliki informasi elektronik yang dimaksud? si A harus mampu
menunjukkan keberadaan informasi elektronik itu. Caranya? Informasi
Elektronik itu harus dapat diakses dan ditampilkan misalnya ke monitor
komputer. Informasi Elektronik yang tampil di monitor komputer tentu
memiliki wujud, misalkan berwujud tulisan. Dengan demikian, si B percaya
dengan keberadaan informasi elektronik yang dimaksud oleh si A dengan
melihat wujud dari informasi elektronik yang tampil di monitor
komputer.Lalu, si B mencoba untuk mengenali informasi elektronik dengan
mencoba memahami arti dari Informasi Elektronik yang dimaksudkan oleh si
A? Untuk itu, si A harus menjelaskan arti dari informasi elektronik
yang dimaksudkan kepada si B. Bagaimana jika si A tidak dapat
menunjukkan informasi elektronik yang dimaksud dan tidak mampu
menjelaskan artinya? si B tidak mempercayai informasi elektronik yang
dimaksudkan oleh si A.
2. Informasi dan/atau Dokumen Elektronik bukan Bukti Tertulis.
Pasal 5
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
- Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
- Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Berdasarkan Pasal 5 UU ITE, bisa ditarik kesimpulan bahwa :
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang baru dan sah
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis seperti pasal 1866 KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4 bagian a.
- Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
- Hasil cetak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah apabila berasal dari sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari
hal di atas perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum,
praktisi hukum, akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi
elektronik dapat dikategorikan sebagai akta otentik atau tulisan di
bawah tangan?” menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena akta
otentik dan tulisan di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan
Informasi dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Pada
berbagai diskusi lewat internet menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah
satu pendapat mengatakan bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5
ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan
perwujudan/penampakan dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang
tersimpan secara elektronik misalnya tersimpan di harddisk. Informasi
yang tersimpan secara elektronik harus dapat dibuktikan keberadaannya
dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau dicetak lewat
printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi elektronik itu
dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil
cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud tertulis.
3. Keadaan memaksa dalam Pasal 15 ayat 3 UU ITE.
Pasal 15 ayat 3 terkait dengan Pasal 15 ayat 2. Berikut ini isi ayat2 dan ayat 3:
ayat 2 :”Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya”
ayat 3 :”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
ayat 2 :”Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya”
ayat 3 :”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
pengguna Sistem Elektronik”
Dari
Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 menunjukkan bahwa Penyelenggara Sistem
Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya kecuali terjadi keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Keadaan
memaksa yang manakah dimaksud dalam Pasal 15 ayat 3? Keadaan memaksa
yang dialami oleh pengguna Sistem Elektronik. Berikut ini satu cerita
singkat untuk memperjelas keadaan memaksa yang dimaksud.
Si
A sebagai pemilik kartu ATM dari Bank X. Suatu hari, si A ke Bank X
untuk mengambil sejumlah uang tunai menggunakan kartu ATM yang
dimilikinya. Saat berada di dalam bilik ATM, si A berada di bawah
ancaman seseorang.
Dalam
keadaan memaksa, si A mentransfer sejumlah uang dari rekening yang
dimilikinya ke rekening yang ditunjuk oleh si pengancam. Dari cerita
ini, Bank X sebagai penyelenggara Sistem Elektronik tidak dapat
dipersalahkan dan tidak bertanggungjawab atas transfer uang yang
terjadi.
4. Kejahatan dengan Virus Komputer.
Virus
komputer dibuat oleh manusia dan disebarkan/diproduksi oleh mesin
komputer. Bila aparat penegak hukum mampu untuk menangkap si pembuat
virus dan membuktikan kejahatannya, maka pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan
pasal 36 (mengakibatkan kerugian) dapat digunakan untuk menjerat si
pembuat virus. Tentunya, Hakim dalam memutuskan perkara perlu
mempertimbangkan tingkat gangguan/akibat yang timbul dari jenis virus
yang disebarkan. Virus dapat diklasifikasikan yaitu :
a. Tidak berbahaya.
Virus ini menyebabkan berkurangnya ruang disk untuk menyimpan data sebagai
akibat dari perkembangbiakannya.
akibat dari perkembangbiakannya.
b. Agak berbahaya.
Virus ini menyebabkan ruang disk penuh dan mengurangi fungsi lainnya seperti
kecepata proses.
c. Berbahaya.
c. Berbahaya.
Virus ini dapat mengakibatkan kerusakan atau gangguan yang parah termasuk
kerusakan data dan sistem elektronik yang diselenggarakan.
Meskipun
seseorang bukan sebagai pembuat virus, tetapi dia dapat memanfaatkan
virus komputer untuk merusak informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik milik orang lain. Jika memang ada unsur kesengajaan untuk
melakukan kejahatan seperti pada motif ini, maka terhadap si pelaku
dapat dijerat dengan pasal 32 ayat 1, Pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Pada kasus lain, seseorang misalnya si A tanpa sengaja/tidak
mengetahui misalnya isi flash disk yang dimilikinya mengandung virus
(sudah dicek dengan program antivirus), lalu memakai flash disk itu di
komputer milik si B dan atas seizin
si B lalu terjadi pengrusakan data oleh virus maka si A tidak dapat
dijerat dengan pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Jadi,
meskipun virus diproduksi oleh mesin komputer, tetapi ada orang di
balik penyebaran virus komputer, bisa sebagai pembuat virus atau
penyebar virus dengan sengaja untuk merugikan orang lain. Mesin komputer
yang memproduksi virus komputer hanya sebagai alat bantu untuk
melaksanakan pembuatan dan/atau penyebaran virus, bukan pelaku
kejahatan.
5. Keamanan ITE vs Kejahatan ITE
Keamanan ITE telah disinggung pada beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
Pasal 12 ayat 1 :
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
Pasal 15 ayat 1 :
Pasal 15 ayat 1 :
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektroni
secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhada beroperasinya Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari
kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem
elektronik yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan
elektronik berlangsung dengan aman.Kenyataan, masih banyak transaksi
elektronik yang berlangsung tidak menggunakan sistem elektronik yang
aman.
Oleh
karena itu, ketika dalam suatu perkara di pengadilan yang terkait
pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik
serta sistem elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35,
maka Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu:
1.Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2.Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
1.Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2.Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
Hakim
dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda dan/atau hukuman
penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan
ketika perbuatan dari si pelaku kejahatan berlangsung pada sistem
elektronik yang lemah dari segi keamanan. Oleh karena itu, UU ITE
mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang melakukan
transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan
minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat
dalam Pasal 16 yakni:
Pasal 16 ayat 1 :
Sepanjang
tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
PenyelenggaraSistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan Perundang Undangan,melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraa Sistem Elektroniktersebut,Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi.atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut; dan Memiliki mekanisme yang berkelanjutan
untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dankebertanggungjawaban prosedur
atau petunjuk.
6. Tidak semua Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas diantaranya
netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk
memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk
menandatangani suatu informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik.Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara
berhati-hati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik
sepatutnya menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti
diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE.Tanda Tangan Elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan
sebagai berikut: Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya
kepada Penanda Tangan;
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan Elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan,
Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui,Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan.
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan Elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan,
Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui,Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan.
Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui,Terdapat cara
tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa
Penandatangannya,danTerdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa
Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhada Informasi Elektronik
yang terkait.
Penulis
ingin menyinggung isi Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tanda
Tangan Elektronik yang dapat di-download di situs
cahyana-ahmadjayadi.web.id atau situs lainnya. Pasal 1 memuat
diantaranya : ”Tangan Tangan Elektronik adalah informasi elektronik yang
dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu
informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk
menunjukkan identitas dan statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan
tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan
digital), biometrik, kriptografi simetrik, termasuk di dalamnya tanda
tangan dalam bentuk asli yang diubah menjadi data elektronik”
Yang menjadi pertanyaan penting adalah : Apakah tanda tangan dalam bentuk asli yang diubah menjadi data elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah?
Jika
tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di atas kertas
diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, maka cara ini tidak
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Berikut
penjelasannya:
Pertama:
Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan persetujuan atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.
Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan persetujuan atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.
Kedua:
Ada perbedaan tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani antara di atas kertas dan secara elektronik. Kertas menjadi perekat antara tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani, jika terjadi perubahan pada tanda tangan atau informasi yang ditanda tangani maka perubahan itu mudah dikenali misalnya adanya coretan. Secara elektronik, bisa saja seseorang yang berniat jahat mengganti informasi elektronik yang telah ditanda tangani oleh para pihak dengan informasi elektronik lain tetapi tanda tangan tidak berubah. Celakanya, pada data elektronik perubahan ini mudah terjadi dan tidak mudah dikenali. Oleh karena itu, tanda tangan elektronik harus terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani seperti dimaksudkan pada Pasal 1 UU ITE untuk definisi Tanda Tangan Elektronik.
Ada perbedaan tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani antara di atas kertas dan secara elektronik. Kertas menjadi perekat antara tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani, jika terjadi perubahan pada tanda tangan atau informasi yang ditanda tangani maka perubahan itu mudah dikenali misalnya adanya coretan. Secara elektronik, bisa saja seseorang yang berniat jahat mengganti informasi elektronik yang telah ditanda tangani oleh para pihak dengan informasi elektronik lain tetapi tanda tangan tidak berubah. Celakanya, pada data elektronik perubahan ini mudah terjadi dan tidak mudah dikenali. Oleh karena itu, tanda tangan elektronik harus terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani seperti dimaksudkan pada Pasal 1 UU ITE untuk definisi Tanda Tangan Elektronik.
”Tangan
Tangan Elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan suatu informasi elektronik lain yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Apa
yang dimaksud terasosiasi? Menurut penulis, yang dimaksudkan
terasosiasi adalah informasi elektronik yang ingin ditanda tangani
menjadi data pembuatan tanda tangan elektronik. Dengan demikian, antara
tanda tangan elektronik dan informasi elektronik yang ditanda tangani
menjadi erat hubungannya seperti fungsi kertas. Keuntungannya adalah
jika terjadi perubahan informasi elektronik yang sudah ditanda tangani
maka tentu tanda tangan elektronik juga seharusnya berubah. Misalkan
seseorang berniat jahat melakukan perubahan informasi elektronik yang
sudah ditanda tangani dengan informasi elektronik yang lain tetapi tanda
tangan elektronik tidak berubah, maka hal ini mudah diketahui. Caranya?
Coba buat tanda tangan elektronik dari informasi elektronik yang telah
berubah dan bandingkan dengan tanda tangan elektronik yang ada, tentu
hasilnya beda, dan ini menunjukkan bahwa informasi elektronik yang
ditanda tangani telah mengalami perubahan.
Ketiga:
Jika kita simak pasal 11 ayat 1 bagian c dan d, mewajibkan adanya metode untuk mengetahui segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dan mengetahui segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan. Perubahan itu dapat diketahui hanya apabila informasi elektronik menjadi data pembuatan tanda tangan elektronik.
Jika kita simak pasal 11 ayat 1 bagian c dan d, mewajibkan adanya metode untuk mengetahui segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dan mengetahui segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan. Perubahan itu dapat diketahui hanya apabila informasi elektronik menjadi data pembuatan tanda tangan elektronik.
Keempat:
Bagaimana dengan tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di kertas diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, apakah memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah? Tentu tidak memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah, karena tanda tangan itu tidak dibuat berdasarkan informasi yang disepakati atau dengan kata lain informasi yang disepakati tidak menjadi data pembuatan tangan tangan, sehingga perubahan tanda tangan elektronik dan/atau informasi elektronik setelah waktu penandatanganan tidak dapat diketahui.
Bagaimana dengan tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di kertas diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, apakah memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah? Tentu tidak memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah, karena tanda tangan itu tidak dibuat berdasarkan informasi yang disepakati atau dengan kata lain informasi yang disepakati tidak menjadi data pembuatan tangan tangan, sehingga perubahan tanda tangan elektronik dan/atau informasi elektronik setelah waktu penandatanganan tidak dapat diketahui.
Jadi, tidak semua tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
7. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE.
Selain
memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk
mendukung informasi dan transaksi elektronik, UU ITE juga memuat
pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
Perbuatan yang Dilarang termuat pada pasal 27 – 37, sedangkan Ketentuan
Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana dapat berupa pidana penjara dan/atau
denda.
Pada
bagian ini, penulis menampilkan satu contoh kasus yang terkait dengan
perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para
pembaca dapat mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
Contoh kasus:
”Si
A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film. Suatu hari, dia
mendapatkan kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD
berupa video singkat yang memuat permainan sex sepasang suami-isteri.
Dalam cerita ini, si suami isteri itu sengaja membuat video tersebut
untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah
bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A
meng-copy video itu ke dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau
menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual VCD, si A juga memiliki
kegemaran untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam pose
bugil, malahan si A memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk
menfasilitasi pemuatan video dan gambar-gambar pornografi baik gambar
asli atau gambar rekayasa”.
Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai berikut:
Pertama:
Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan. Untuk itu Pasal
27 ayat 1 akan menjerat si A.
Pasal 27 ayat 1 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Kedua:
Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik/asli.
Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.
Pasal 27 ayat 3 :
Pasal 27 ayat 1 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Kedua:
Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik/asli.
Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.
Pasal 27 ayat 3 :
”Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik”.
Pasal 35 :
Pasal 35 :
”Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah
data yang otentik”.
Ketiga:
Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam pose bugil.Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 :
Ketiga:
Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam pose bugil.Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 :
”Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”.
Keempat
Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi.
Untuk itu Pasal 34 ayat 1 bagian a akan menjerat pula si A.
Keempat
Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi.
Untuk itu Pasal 34 ayat 1 bagian a akan menjerat pula si A.
Pasal 34 ayat 1 bagian a :
”Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau perangkat lunak Komputer
yang dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33”.
Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan pidana yang
terkait termuat pada pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 45 ayat 1 :
Pasal 45 ayat 1 :
”Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)”
Pasal 50 :
Pasal 50 :
”Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 51 ayat 1 :
Pasal 51 ayat 1 :
”Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
Pasal 51 ayat 2 :
”Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
8. Perbuatan yang Dilarang pada penggunaan Handphone.
Pasal
1 UU ITE menyebutkan diantaranya ”Transaksi Elektronik adalah perbuatan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer,
dan/atau media elektronik lainnya”. Ini berarti, Handphone sebagai media
elektronik lainnya juga termasuk dalam UU ITE. Handphone digunakan
untuk komunikasi dan penggunanya dari berbagai kalangan, dari anak-anak
sampai orang tua. Beberapa layanan yang tersedia diantaranya SMS (Short
Message Services) digunakan untuk menyampaikan pesan singkat kepada
seseorang untuk berbagai kepentingan.Kita masih ingat begitu banyak
kasus seputar penggunaan Handphone. Berikut ini beberapa kasus yang
berkaitan dengan layanan SMS dan MMS (Multi Media Services) :
- Penyebaran gambar atau video (informasi elektronik) yang memuat pelanggaran kesusilaan seperti penyebaran video porno dengan sengaja ke kalangan pelajar yang berakibat merusak moral generasi bangsa.
- Pengiriman pesan yang memuat perjudian.
3. Pengiriman
pesan yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama baik seseorang
seperti tuduhan perbuatan asusila tanpa bukti dengan maksud untuk
membunuh karakter kepribadian seseorang dan mencemarkan nama baiknya
yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap kehidupan keluarga dan
pekerjaannya.
- Pengiriman pesan yang memuat ancaman seperti ancaman untuk meledakkan bom di suatu tempat.
- Pengiriman pesan yang memuat berita bohong dan menyesatkan seperti pesan yang bersifat menipu dengan memberitahukan kepada seseorang bahwa dia telah memenangkan undian dari salah satu perusahaan terkemuka di Jakarta dan meminta untuk mentransfer sejumlah uang ke nomor rekening tertentu sebagai biaya pengiriman hadiah.
- Pengiriman pesan yang sifatnya menghasut suku atau penganut agama tertentu dengan maksud menyebarkan kebencian atau permusuhan di masyarakat.
- Pengiriman pesan yang memuat ancaman kekerasan yang ditujukan secara pribadi seperti mengancam untuk membunuh si penerima pesan.
Terhadap
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirim pesan atau informasi
elektronik seperti diuraikan di atas, maka orang itu akan dijerat
dengan pasal-pasal Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE, yaitu pasal 27
sampai pasal 29.
Pasal 27
Pasal 27
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan. (terkait dgn kasus 1)
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (terkait dgn kasus 2)
(3) Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik. (terkait dgn kasus 3)
(4)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.(terkait dgn kasus 4)
Pasal 28
Pasal 28
(1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik. (terkait dgn kasus 5)
(2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA). (terkait dgn kasus 6)
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. (terkait dgn kasus 7)
UU ITE juga memuat ketentuan pidana, untuk pasal 27 sampai pasal 29 terkait dengan ketentuan pidana pada pasal 45.
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. (terkait dgn kasus 7)
UU ITE juga memuat ketentuan pidana, untuk pasal 27 sampai pasal 29 terkait dengan ketentuan pidana pada pasal 45.
Pasal45
(1)
(1)
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
(2)
(2)
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3)
(3)
Setiap
Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Jika kasus yang diuraikan di atas (point 1 s/d 7) menimbulkan kerugian bagi orang lain, misalnya dengan penyebaran informasi/pesan yang memuat pencemaran nama baik seseorang mengakibatkan orang itu kehilangan jabatan atau pekerjaan, maka terhadap orang yang menyebarkan pesan itu akan dijerat pula dengan pasal 36.
Jika kasus yang diuraikan di atas (point 1 s/d 7) menimbulkan kerugian bagi orang lain, misalnya dengan penyebaran informasi/pesan yang memuat pencemaran nama baik seseorang mengakibatkan orang itu kehilangan jabatan atau pekerjaan, maka terhadap orang yang menyebarkan pesan itu akan dijerat pula dengan pasal 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar